Setelah dilantik
Memakai celana, kemeja dan kerudung segi empat yang dihias apa adanya. Celingak-celinguk kesana-kemari dengan wajah polos. Ditemani seorang kakak perempuan yang mengurusi segala persiapanku memasuki gedung bernuansa islami ini. Lantai tujuh tempatku pertama kali menimba ilmu di gedung ini. Berkenalan dengan 4 orang gadis cantik dan baik hati, menjadikannya sahabat terbaik sampai detik ini. Sahabat yang selalu mengingatkan aku kebaikan dan jarang kudengarkan..haha... Sahabat yang bisa diajak menari dan bernyanyi bersama, sahabat yang selalu menemaniku naik-turun tangga kehidupan. Bersama mereka aku mengenal sebuah tarian daerah yang sangat membutuhkan kekompakan agar terlihat elok, walau keringat bercucuran di dahi. Satu-persatu gedung pertunjukan kami cicipi, menikmati gemerlapnya lampu panggung yang membuat mata para penonton sulit berkedip melihatnya. Berlenggok penuh gairah dan mengeluarkan suara yang melengking, membuat mereka yang menonton bersorak kegirangan. Indah benar masa itu, aku berasa seperti seorang selebriti yang hidup penuh kebahagiaan, karna tiada hari tanpa menyanyi dan menari. Pekerjaan sebagai penghibur di atas panggung bukanlah pekerjaan yang abadi, ada saatnya aku dan 4 sahabatku mencoba bidang lain. Kami berpencar...dengan bidangnya masing-masing. Tapi kami tidak pernah berpencar sebagai sahabat. Masih saling mendukung satu sama lain. Ayas gadis cantik keturunan Bangka Belitung ini sudah bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan milik pemerintah, Ummul si putih yang gemar mengajar ini sudah menjadi kepala sekolah bidang kesiswaan di sebuah sekolahan swasta, Anna yang kegemarannya mendesain baju sendiri sudah berkerja di sebuah bank swasta, Aku? Aku baru usai menyelesaikan studiku, studi di bangku kuliahku, studi di perkumpulan fotografiku, dan studi ujian hidupku. "Waktu" adalah sebuah kata yang memiliki arti sangat dalam. Sang waktu bertanya padaku, "Menyesalkah kamu bermain-main denganku?", "Bisakah kamu mengulangi yang sudah berlalu di hari kemarin bersamaku?", "Sulitkah kamu melupakan aku?", "Maukah kamu menjalin hubungan yang baik bersamaku lagi?". Tak satupun pertanyaan kujawab dengan lisanku, biarlah hatiku yang menjawabnya.Waktu itu aku berjalan diiringi oleh para pemain drum band, selama perjalanan memasuki gedung tempat pelantikan mataku berkaca-kaca menahan tangis bahagia. Disaksikan kedua orang tuaku yang setia menemaniku. Tiada yang lebih indah ketika kedua orang tua bangga menyaksikan anaknya berhasil menempuh studinya dengan skor yang lumayan memuaskan "bagi mereka". Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, saat menaiki panggung dan dilantik. Tangis bahagia menetes lagi, kali ini karna aku mendengar nyanyian terimakasihku. Selesai dilantik dan keluar gedung adalah pusatnya kebahagiaan, kedua orang tua mencium pipi kanan dan kiriku, mama menciumku dengan mata yang berkaca-kaca, begitulah mamaku yang sangat aku sayangi, aku pun ikut terbuai oleh tangis kebahagiaan. Sahabat-sahabat terbaik datang menghampiri memberi buket bunga, hadiah-hadiah yang dibungkus dengan rapi, dan ciuman kasih sayang. Serasa aku sedang berada di puncak kebahagiaan yang paling tinggi. Sebelumnya aku mendayung perahu dengan melawan arus, begitu beratnya hidupku sebelum kebahagiaan ini datang. Ada pahlawan yang datang menolongku untuk mendayung Rhani, Ria dan Dini. Rhani adalah sahabat yang aku temui ketika aku sedang terpuruk, dia adalah gadis cantik, sangat baik hati, dan nasib percintaannya hampir sama dengan aku. Aku dan Rhani berprinsip tidak akan pacaran, biarlah jodoh menjemput kita saat waktunya pas nanti. Ria adalah gadis soleha, pandai, baik dan super sibuk dengan segala pekerjaannya. Aku sering diberi siraman rohani oleh Ria, karna memang dia begitu dewasa dan pengetahuan agamanya sangat luas. Dini adalah gadis keturunan sunda yang memiliki paras cantik, putih, pintar, dan dewasa. Dini juga salah satu sahabat yang membantuku mendayung saat melawan arus. Hidupku ini penuh keberkahan katanya! Hidupku ini penuh keberuntungan katanya! "Manfaatkanlah keberuntungan yang selalu kamu dapatkan", katanya!
Keluarga, keluarga cemas melihat nasib percintaanku. Mereka sibuk menjodohkan aku. Mengenalkan aku dengan pria sana dan pria sini. Aku terlalu santai katanya! "Janganlah kamu trauma terlalu lama", kata mama! Aku hidup memang terlalu santai. Aku terlalu sibuk mencari cara bagaimana aku bisa sukses dengan caraku, sibuk dengan karirku dikemudian hari, sibuk ingin belajar terus-menerus. Papa berkata "kamu ini perempuan, jangan terlalu tinggi dulu belajarnya"! Mama tidak pernah komentar apa-apa, karna memang dia selalu dipihakku.
Kini aku hanya ingin hidup dengan mereka yang menyayangiku, mereka yang peduli padaku, mereka yang mau bahagia dan susah bersamaku, mereka yang mau membantuku, mereka yang berbicara buruk di depanku dan berbicara baik di belakangku, mereka yang setia padaku. Bukan mereka yang menyapaku saat aku bahagia dan meninggalkanku saat aku terpuruk, bukan mereka yang berbicara buruk dibelakangku dan bermanis-manis di depanku, bukan mereka yang tega meninggalkanku demi teman yang lebih baik.
Hidupku-hidupku...
Aku bahagia dengan cara hidupku,
Aku bahagia dengan segala keberuntungan yang datang dan kesialan yang datang mendewasakanku!