Intelektualitas dan Psikologi dalam Novel Belenggu

02.45.00 1 Comments A+ a-



Ketiga tokoh dalam novel ini Tono, Tini dan Yah digambarkan sebagai orang-orang yang memiliki intelektualitas tinggi. Tono seorang dokter yang sangat berdedikasi tinggi dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi pada bidangnya. Tono suka menolong pasiennya yang susah dalam hal materi dengan tidak meminta upah setelah mengobati pasiennya. Tini adalah istri Tono, ia menginginkan bisa menjadi seorang istri atau ibu rumah tangga yang juga bisa memiliki aktivitas di luar rumah seperti menjadi  aktivis sosial. Tetapi setelah menikah dengan Tono keinginan itu tidak dapat terwujud, karena Tono ingin memiliki seorang istri yang bisa memberikan perhatian penuh kepadanya.  Sedangkan, Yah adalah seorang pelacur yang sangat intelek karena ia sering membaca buku. Yah akhirnya menjadi selingkuhan Tono, saat Tono sedang jenuh dengan hubungannya bersama Tini.
            Perang batin antara ketiga tokoh ini sangat jelas, saat kecerdasan dinilai sebagai sebuah pekerjaan yang baik dan menyampingkan urusan pribadi seperti ‘berkeluarga’. Tokoh Tono sangat professional terhadap pekerjaannya sebagai seorang dokter, ia sangat mencintai pasien-pasiennya. Tetapi, ia tidak mencintai istrinya. Karena di dalam otaknya, di dalam dirinya ia hanya memprioritaskan pada pekerjaannya sehingga Tini (istrinya) merasa terabaikan. Tini pun juga begitu. Ia ingin menjadi seorang istri yang bisa sambil bekerja (menjadi seorang aktivis sosial di luar rumah). Ia tidak ingin hidupnya hanya berputar di rumah saja, ngurusin suami saja. Tini juga ingin memiliki pekerjaan lain seperti Tono yang bisa menjadi suami dan bisa menjadi dokter, walaupun tidak ada keadilan di antara dua aktivitas itu. Perasaan Tini digambarkan melalui dialog surat bersama sahabatnya Tati;
Yu, Yu, benarkah kita perempuan, baru boleh dikatakan benar-benar cinta, kalau kesenangannya saja yang kita ingat, kalau kita tiada ingat akan diri kita, kalau kesukaan kita cuma memelihara dia? Kalau tiada perasaan yang demikian, benarkah kita belum benar-benar kasih dia? Aku bingung, Yu, bukankah kita berhak juga hidup sendiri? Bukankah kita ada juga kemauan kita? Mestikah kita matikan kemauan kita itu? Entahlah, yu, aku belum dapat berbuat begitu.” (hlm.71).  
Pada akhirnya Tini memutuskan untuk bercerai dengan Tono, lalu melakukan apa yang selama ini ia inginkan yaitu mengabdi di sebuah panti asuhan di daerah Surabaya. Setelah kepergian Tini, Yah pun pergi ke Calidonia meninggalkan Tono sendiri.
            Di dalam kehidupan era modernitas dan globalisasi ini kecerdasan sangat dituntut untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan posisi yang nyaman. Jika posisi atau jabatan yang nyaman sudah didapatkan janganlah pula melupakan hal yang lebih penting. Seperti tono mengbaikan istrinya dan Tini (istrinya) tidak bisa melakukan hal lain selain tugasnya menjadi seorang istri yang hanya diperlakukan seperti barang simpanan. Itulah yang menjadi akar hancunya rumah tangga mereka. Akhirnya profesionalisme pekerjaan lebih berarti dibanding apapun.
Masing-masing dalam novel ini terkait dengan kepentingan nilai subjektifnya yang terbentuk melalui pendidikan dan pengalaman hidupnya. Para tokoh berada dalam belenggu arus transisi. Tini, yang mulai berkenalan dengan emansipasi wanita, terbelenggu dalam perjuangannya sebagai aktivis sosial yang justru menjauhkannya dari Tono. Sementara itu, Tono terbelenggu oleh angan-angannya tentang sosok ideal seorang istri dokter yang mestinya dapat membantu dan mendukung prifesi suaminya. Sedangkan Yah berada dalam proses transisi dari belenggu masa lalunya yang kelam.
           
               

1 komentar:

Write komentar
Unknown
AUTHOR
8 September 2018 pukul 22.02 delete

ada versi pdf kah mbak

Reply
avatar

Komentar